Pages

Sunday, July 18, 2010

Masjid Agung Puyang Awak, Tertua di Sumsel

Masjid Agung Puyang Awak, Tertua di Sumsel
Dibangun Abad XV, Dua Kali Dibumihanguskan Penjajah
ALMI - Pagaralam
Cikal bakal agama Islam di Pagaralam diduga kuat sudah ada sejak abad ke-15 masehi. Ini dibuktikan adanya rumah ibadah di Dusun Prahu Dipo, Kelurahan Prahu Dipo, Kecamatan Dempo Selatan.
Rumah ibadah ini dibangun ulama asal Jawa, Syech Nurqodim Al-Baharudin, bergelar Puyang Awak. Masjid ini hanya beratapkan seng tanpa dinding. Masyarakat disini menyebutkan sebagai
Masjid Agung Puyang Awak.
Masjid Agung Puyang Awak
Kondisi Masjid Puyang Awak yang dibangun di abad ke-15 [FOTO: ALMI/SUMEKS]
H Bujang Kornawi (70), keturunan Puyang Awak mengatakan, masjid ini dibangun pada 1479. "Syech Baharudin (Puyang Awak) adalah pencipta adat Semende. Sebuah adat yang mentransformasi perilaku rumah tangga Nabi Muhammad SAW. Beliau pencetus falsafah Jagad Besemah Libagh Semende Panjang, yaitu negara demokrasi pertama di Nusantara rentang tahun 1479-1850."
Tetapi 'negara' itu runtuh akibat peperangan selama 17 tahun (1883-1850) melawan Belanda. "Saat kalah, Puyang Awak menetap di Dusun Prahu Dipo menetap dan mendirikan masjid dan menyiarkan agama Islam ke masyarakat Besemah dan Semende," katanya.
Syech Baharudin menginginkan suatu daulah seperti Madinah al Munawarah pada masa Rasulullah SAW. Namun demi menjaga persatuan umat Islam, beliau memutuskan hijrah ke Sumatera. Dari tanah Banten beliau menyeberang ke Tanjung Tua-Ujung paling selatan Sumatera, kemudian menyusuri pesisir timur, yaitu Ketapang, Menggala, Komering, Palembang, Muara Enim, dan tiba di Tanah Pasemah lalu menetap di Perdipe (Dusun Prahu Dipo).
Pada 1840, beliau mendirikan Masjid Agung Puyang Awak dan Dusun Prahu Dipo dibumihanguskan Belanda. Puluhan tahun berikutnya, pada 1925, H Umar, keturunan Puyang Awak mencoba membangun Dusun Prahu Dipo beriringan membangun masjid juga. Ironisnya masjid berukuran 79 x 81 m pada September 1945 kembali dibumihanguskan Jepang.
"Tapi ini tak menyurutkan generasi Puyang Awak menjaga kelestarian Masjid ini. Setelah Indonesia merdeka, dan penyerahan kedaulatan 27 Desember 1949, masjid dibangun H Umar. Lalu rencana tersebut terwujud, karena 1 Januari 1950 masjid ini dibangun kembali untuk kesekian kalinya," jelasnya.
Ironisnya, dari rentang waktu tersebut, konstruksi bangunan tak terlalu kokoh, akhirnya pada 1975, masjid ini pun ambruk. "Lalu pada 1974 rencana pembangunan kembali dilakukan, tetapi terealisasi 1983," katanya.
Masjid tersebut hanya beratapkan seng biasa tanpa dinding, hanya dilapisi kayu, dengan bangunan seluas 13 x 20 m. Dari jauh mesjid ini berbentuk padepokan, sebuah bangunan yang kerap ada pada bangunan pesantren.
"Saat ini, masjid tersebut digunakan untuk salat Jumat dan aktivitas keagamaan di Ramadan, salat Idulfitri dan Iduladha, sedangkan untuk salat lima waktu, masjid ini jarang digunakan warga. Pasalnya, kondisi masjid tidak layak lagi. Kendati demikian, kami generasi Puyang Awak senantiasa menjaga kelestarian masjid tertua ini," tukasnya.
Sementara itu, Marbot dan Subari, pengurus masjid membenarkan masjid ini tidak lagi digunakan warga untuk salat lima waktu, mengingat keberadaan masjid yang dinilai sudah tua dan minimnya generasi muda yang aktif mengurus masjid peninggalan sejarah penyebaran umat Islam ini. "Semenjak saya masuk ke daerah ini sekitar 34 tahun lalu, saya aktif mengurus masjid dan memukul beduk sebagai tanda adzan," harapnya.***infokitonet
***disadur dari sebuah tulisan di harian sumeks

Sumber : http://infokito.net/index.php/masjid-agung-puyang-awak-tertua-di-sumsel

No comments: